Cara Mengatasi Impulsive Buying & Kendalikan Keuanganmu

Sering kalap belanja? Pelajari cara mengatasi impulsive buying dengan 5 strategi praktis untuk mengontrol pengeluaran dan mencapai tujuan finansialmu.
Ilustrasi orang-orang yang berkumpul di sebuah toko diskon baju yang menunjukkan impulsive buying Ilustrasi orang-orang yang berkumpul di sebuah toko diskon baju yang menunjukkan impulsive buying

Pernahkah kamu hanya berniat window shopping di e-commerce, tapi tahu-tahu ada notifikasi “Paket sedang dikirim ke alamatmu”?

Jika iya, kamu tidak sendirian. Momen “khilaf” saat melihat diskon kilat atau barang lucu adalah pengalaman yang sangat umum. Namun, jika tidak dikendalikan, kebiasaan ini bisa menjadi masalah serius.

Di artikel ini, saya dari tim Mandiri Finansial akan membagikan cara mengatasi impulsive buying secara tuntas, mulai dari memahami penyebabnya hingga strategi praktis untuk menghentikannya.

Apa Sebenarnya Impulsive Buying Itu?

Secara sederhana, impulsive buying atau pembelian impulsif adalah tindakan membeli barang atau jasa tanpa yang dorongan terbesarnya adalah emosi sesaat tanpa alasan logis dan rasional, seringkali juga disebut FOMO (Fear of Missing Out).

Ilustrasi yang menjelaskan perbedaan antara impulsive buying yang didorong emosi dengan pembelian terencana.

Ini berbeda dengan pembelian darurat (misalnya, membeli obat saat tiba-tiba sakit) atau pembelian terencana (misalnya, menabung untuk membeli laptop baru). Pembelian impulsif sering kali diikuti oleh perasaan menyesal atau yang populer disebut buyer’s remorse.

Setelah memahami definisinya, mungkin kamu bertanya-tanya, “Kenapa sih menahan diri dari godaan checkout itu susah sekali?” Jawabannya ada di dalam otak kita. Mari kita selami lebih dalam untuk menemukan solusinya.

Kenapa Otak Kita Sangat Suka Belanja Impulsif?

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi impulsive buying, dan sebagian besar berakar pada cara kerja otak dan kondisi psikologis kita. Memahami hal ini adalah langkah pertama untuk bisa mengendalikannya.

1. Jebakan Dopamin

Setiap kali kamu melihat barang yang kamu inginkan dan membelinya, otak melepaskan dopamin, yaitu senyawa kimia yang membuatmu merasa senang dan puas.

E-commerce dan media sosial dirancang untuk memicu pelepasan dopamin ini secara konstan melalui notifikasi diskon, flash sale, dan gambar produk yang menarik. Kamu jadi seperti “ketagihan” dengan sensasi menyenangkan dari berbelanja.

2. Kelelahan Mengambil Keputusan (Decision Fatigue)

Dalam sehari, kita membuat ratusan keputusan, dari memilih pakaian hingga menyelesaikan tugas pekerjaan. Ketika otak sudah lelah, kemampuannya untuk membuat keputusan rasional menurun drastis.

Inilah yang disebut decision fatigue. Di saat seperti ini, pertahanan dirimu melemah, dan ajakan seperti “Diskon terbatas, checkout sekarang!” menjadi sangat sulit untuk ditolak.

3. Menambal Kekosongan Emosional

Sering kali, belanja impulsif digunakan sebagai cara untuk mengatasi emosi negatif seperti kesedihan, stres, atau rasa tidak percaya diri.

Aktivitas ini menjadi pelarian sementara yang memberikan rasa kontrol dan kebahagiaan instan. Namun, efeknya hanya sementara dan tidak menyelesaikan akar masalah emosional yang ada.

7 Tanda Kamu Terjebak dalam Lingkaran Impulsive Buying

Fenomena impulsive buying bisa menjadi lingkaran setan yang sulit dihentikan jika tidak disadari sejak dini. Coba periksa, apakah kamu mengalami tanda-tanda berikut?

  • Kamu sering merasa bersalah atau menyesal setelah paket datang.
  • Rumahmu penuh dengan barang yang tidak dibutuhkan.
  • Kamu merasa perlu menyembunyikan barang belanjaan atau tagihan kartu kredit dari keluarga atau pasangan.
  • Kamu cenderung membuka aplikasi belanja saat sedang stres, sedih, atau bosan.
  • Perencanaan keuangan bulanan selalu berakhir berantakan.
  • Tagihan kartu kreditmu terus membengkak karena pembelian-pembelian kecil yang tidak terkontrol.
  • Kamu merasa rugi jika melewatkan promo atau flash sale, meskipun tidak benar-benar butuh barangnya.

5 Cara Menghentikan Keinginan Belanja Impulsif

Jika kamu merasakan tanda-tanda di atas, jangan khawatir. Ada banyak cara mengatasi impulsive buying yang bisa kamu terapkan mulai hari ini. Kuncinya adalah membangun sistem, bukan hanya mengandalkan tekad.

1. Terapkan “Aturan Jeda 3 Hari”

Saat menemukan barang yang sangat kamu inginkan, jangan langsung checkout. Pindahkan barang tersebut dari keranjang belanja (shopping cart) ke daftar keinginan (wishlist) atau catat di notes.

Beri jeda selama 72 jam (3 hari). Setelah itu, tanyakan kembali pada dirimu: “Apakah aku masih menginginkan dan membutuhkan barang ini?” Sering kali, keinginan sesaat itu akan mereda dengan sendirinya.

Ingat bagaimana fenomena keranjang belanja orang-orang sangat menumpuk di Shopee tapi mereka tidak pernah membelinya? Ini adalah salah satu cara untuk mengatasi impulsive buying juga loh.

2. Bungkam Notifikasi, Unfollow “Racun”

Godaan terbesar sering kali datang dari ponselmu. Lakukan audit digital dengan langkah-langkah berikut:

  • Matikan Notifikasi: Buka pengaturan ponselmu, cari daftar aplikasi, dan matikan semua notifikasi dari aplikasi e-commerce dan brand favoritmu.
  • Unfollow Akun Pemicu: Buka Instagram atau TikTok, identifikasi akun influencer atau brand yang sering membuatmu ingin belanja. Gunakan fitur “Mute” atau “Unfollow” tanpa ragu. Lindungi feed media sosialmu dari “racun” konsumerisme.

Kenapa ini penting? Karena influencer atau artis sangat berpengaruh pada keputusan belanjamu, ingat saat Nikita Mirzani mencatat rekor orderan 90x lipat atau Aurel yang dapatkan 3.000 pesanan hanya dengan 1x live streaming? Ini adalah contoh nyata.

3. Buat “Anggaran Sadar” (Conscious Spending Plan), Bukan Sekadar Anggaran Biasa

Lupakan anggaran ketat yang membuatmu tertekan. Coba buat Conscious Spending Plan yang fokus pada alokasi dana untuk hal-hal yang benar-benar memberimu kebahagiaan jangka panjang.

Tentukan 3-4 kategori prioritas (misal: pengembangan diri, liburan, investasi, dana darurat) dan alokasikan porsi terbesar dari pendapatanmu ke sana. Dengan begitu, kamu akan lebih mudah menolak pengeluaran kecil yang tidak sejalan dengan tujuan besarmu.

4. Ganti Kebiasaan, Bukan Hanya Menahan Diri

Keinginan belanja impulsif sering kali muncul sebagai respons terhadap pemicu tertentu, seperti stres atau kebosanan. Daripada hanya menahan diri, ganti kebiasaan tersebut dengan aktivitas lain yang lebih positif dan tidak melibatkan uang.

Pemicu StresAlternatif Aktivitas Pereda Stres
Scrolling e-commerce saat jenuh kerjaJalan santai di sekitar kantor/rumah selama 15 menit
Membuka media sosial saat merasa cemasMendengarkan episode podcast favorit
Window shopping setelah hari yang beratMelakukan journaling atau menuliskan perasaan
Ingin “hadiah” setelah pencapaian kecilMenonton satu episode serial Netflix yang disukai

5. Visualisasikan Tujuan Finansial Kamu

Seseorang sedang memvisualisasikan tujuan finansial sebagai salah satu cara mengatasi impulsive buying.

Buat tujuan finansialmu menjadi nyata. Apakah kamu ingin membeli laptop baru untuk kerja, tiket konser band idola, atau mengumpulkan DP rumah?

Cari gambarnya di internet, cetak, dan tempel di tempat yang sering kamu lihat, seperti di dinding kamar, laptop, atau cermin.

Pengingat visual ini akan menjadi motivasi kuat untuk tetap berpegang pada rencana keuanganmu setiap kali godaan muncul.

Skrip Anti-Impulsif: Kata-kata Ampuh untuk Diri Sendiri & Orang Lain

Terkadang, kita butuh “skrip” atau kalimat siap pakai untuk menghadapi momen-momen kritis.

Ketika ada godaan, coba ucapkan:

  • “Apakah ini butuh atau cuma ingin?”
  • “Apakah aku punya barang lain yang fungsinya sama?”
  • “Apakah pengeluaran ini sejalan dengan tujuan finansialku bulan ini?”
  • “Bagaimana perasaanku tentang pembelian ini minggu depan?”

Saat teman mengajak “jajan” atau belanja barang diskon, kamu bisa berkata:

  • “Wah, tawarannya bagus banget! Tapi aku skip dulu ya, lagi fokus nabung buat [sebutkan tujuanmu, misal: liburan akhir tahun].”
  • “Makasih ya udah ngajak! Aku lagi coba puasa belanja dulu bulan ini, nih. Nanti aku kabari kalau udah ‘buka puasa’ ya!”

Terlanjur Checkout? 3 Langkah Cerdas Setelah Melakukan Pembelian Impulsif

Manusia tidak luput dari kesalahan. Jika kamu terlanjur melakukan pembelian impulsif, jangan menyalahkan diri sendiri berlarut-larut. Berikut adalah beberapa tips mengatasi impulsive buying setelah kejadian.

1. Manfaatkan Periode Pengembalian Barang (Return Policy)

Begitu paket datang, jangan langsung membukanya. Biarkan selama satu hari. Rasa antusias yang berlebihan mungkin sudah mereda, dan kamu bisa berpikir lebih jernih.

Jika kamu sadar tidak membutuhkannya, segera manfaatkan kebijakan pengembalian barang (return policy) yang disediakan oleh sebagian besar platform e-commerce.

2. Jujur pada Diri Sendiri

Gunakan momen ini sebagai pelajaran. Coba ingat-ingat kembali: Apa yang memicu pembelian tersebut? Apakah karena kamu sedang stres? Bosan? Atau terpengaruh oleh iklan? Jika tahu polanya, kamu bisa lebih waspada di kemudian hari saat pemicu yang sama muncul.

3. Maafkan Diri Sendiri dan Segera Kembali ke Rencana Anggaran

Maafkan dirimu. Satu kesalahan tidak akan menghancurkan seluruh rencana keuanganmu. Anggap ini sebagai “belokan kecil”.

Segera kembali ke jalur yang benar: catat pengeluaran tersebut, lihat pos anggaran mana yang bisa disesuaikan, dan berkomitmen lagi untuk mengikuti rencana yang sudah kamu buat.

Mulai Langkah Pertamamu Hari Ini

Mengatasi kebiasaan belanja impulsif adalah sebuah perjalanan yang cukup panjang. Ini tentang membangun kesadaran diri dan sistem yang mendukung tujuan finansial jangka panjangmu.

Melalui pemahaman pemicu psikologis dan menerapkan strategi praktis yang telah kita bahas, kamu pasti bisa mengambil alih kendali atas keuanganmu.

Langkah pertama adalah yang terpenting. Sebagai kelanjutan dari artikel ini, saya sangat merekomendasikanmu untuk mulai membuat perencanaan keuangan yang solid.

Untuk membantumu, kami telah menyiapkan panduan lengkap beserta template tabel gratis yang bisa kamu unduh. Pelajari lebih lanjut di artikel Manajemen Keuangan: Panduan Lengkap & Template Gratis.

Add a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *