Notifikasi flash sale muncul lagi di layar HP. Di media sosial, temanmu baru saja memamerkan baju terbaru. Rasanya, semua orang sedang menikmati hidup, dan satu-satunya cara untuk ikut serta adalah dengan klik “Beli Sekarang, Bayar Nanti”.
Kalau kamu merasa familier dengan skenario ini, kamu tidak sendirian. Kemudahan akses kredit/pinjaman di era digital telah menciptakan sebuah paradoks, “semakin mudah kita membeli sesuatu, semakin mudah pula kita terperosok ke dalam lubang utang konsumtif”.
Ini bukan sekadar asumsi, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa pinjaman online (termasuk paylater) didominasi oleh generasi muda di bawah usia 34 tahun.
Artikel ini bukan sekadar daftar tips “jangan boros” sebagai cara untuk menghindari hutang konsumtif. Tim Mandiri Finansial akan mengajakmu membongkar akar masalah psikologis yang membuat kita rentan terhadap utang konsumtif, lalu membangun sistem pertahanan finansial yang benar-benar kokoh.
Akar Psikologis yang Membuat Kita Terjebak Hutang Konsumtif
Sebelum bisa menang, kita harus kenali dulu musuhnya. Utang konsumtif sering kali bukan masalah matematika, melainkan masalah psikologi.
Hutang konsumtif adalah hutang yang timbul dari pembelian barang atau jasa yang nilainya cenderung menurun seiring waktu dan tidak memberikan penghasilan tambahan. Masalah utama dari hutang konsumtif adalah ia membiayai gaya hidup masa kini yang sering kali menjadi pintu gerbang menuju stres finansial.
Keputusan membeli sesuatu yang sebenarnya tidak kita butuhkan sering kali didorong oleh pemicu tak kasat mata yang mengendalikan alam bawah sadar kita.
1. Jebakan Gaya Hidup dan Tekanan Sosial
Di dunia yang terhubung secara digital, kita terus-menerus dibombardir dengan gambaran kesuksesan orang lain. Rasanya, kita harus selalu tampil sempurna, dari pakaian yang dikenakan hingga tempat kopi yang dikunjungi.
Tanpa sadar, kita terjebak dalam prinsip “lebih besar pasak daripada feeds”, di mana pengeluaran membengkak demi menjaga citra di dunia maya. Lebih parahnya lagi, kejadian seperti ini akan menggulung menjadi permasalahan yang lebih besar.
2. Instant Gratification
Instant gratification atau ilusi kepuasan instan adalah kecenderungan alami manusia untuk memilih imbalan yang lebih kecil namun bisa didapat sekarang, daripada imbalan lebih besar yang harus menunggu.
Teknologi finansial modern mengeksploitasi kecenderungan ini dengan sempurna. Fitur seperti paylater dan cicilan 0% menghilangkan “rasa sakit” saat membayar, membuat kita merasa bisa memiliki apa pun, saat itu juga, tanpa memikirkan tagihan yang akan datang.
Bahkan, orang-orang di sekitar tim Mandiri Finansial juga hampir 90% sudah mendaftar ke berbagai layanan paylater yang tersedia, ada Shopee PayLater, Kredivo, dan masih banyak lagi yang lainnya.
3. FOMO (Fear of Missing Out)
FOMO (Fear of Missing Out) adalah rasa cemas bahwa kita akan ketinggalan pengalaman berharga yang sedang dinikmati orang lain. Ketakutan inilah yang mendorong kita membeli tiket konser yang harganya selangit, ikut liburan dadakan yang menguras tabungan, atau membeli produk edisi terbatas hanya karena takut kehabisan.
Permasalahannya bukan pada kamu seharusnya tidak beli tiket konser itu, tapi pada perasaan “apakah memang tiket konser ini yang saya butuhkan”, dan apakah memang uang yang saat ini kamu miliki memang tujuannya disimpan untuk dibelikan tiket konser band atau penyanyi yang kamu idam-idamkan?
4. Emotional Spending
Terakhir, mari kita jujur tentang belanja emosional atau emotional spending. Saat hari terasa berat, stres menumpuk, atau sekadar merasa bosan, membeli sesuatu bisa terasa seperti terapi singkat. “Belanja untuk menghibur diri” menjadi pelarian sementara dari masalah yang sebenarnya.
Namun, kelegaan yang didapat hanya sesaat, sementara tagihannya bisa menghantui hingga berbulan-bulan kemudian. Mengenali kapan emosi mengambil alih dompet adalah langkah pertama untuk merebut kembali kendali. Biasanya letak pengendalian emosi seperti ini letaknya pada amygdala.
Uniknya, emotional spending bukan hanya terjadi dengan cara shopping baju, tas, atau lainnya. Emotional spending juga kerap terjadi pada orang yang suka makan, yang dinamakan Stress Eating. Dikutip dari web Siloam Hospitals, stress eating adalah kecenderungan seseorang untuk mengalihkan rasa cemas, sedih, atau marah dengan makan berlebih.
Strategi Terhindar dari Hutang Konsumtif
Setelah mengenali musuh-musuh tak terlihat, saatnya membangun benteng pertahanan. Kunci untuk terhindar dari utang konsumtif adalah dengan memiliki sistem, bukan hanya mengandalkan tekad yang kadang naik-turun seperti mood di hari Senin.
1. Buatlah Anggaran Bulanan
Lupakan catatan rumit yang membuatmu pusing. Coba mulai dengan Metode 50/30/20, sebuah aturan sederhana yang dipopulerkan oleh Senator Elizabeth Warren.
Alokasikan 50% pendapatan untuk kebutuhan (cicilan, makan, transportasi), 30% untuk keinginan (nongkrong, nonton, hobi), dan 20% untuk tabungan atau investasi.
Agar lebih mudah, Tim Mandiri Finansial sudah menyiapkan template buku keuangan pribadi yang bisa kamu gunakan untuk melacak semuanya.

Klik di Sini untuk Menyalin Template Anggaran Bulanan Gratis dari Tim Mandiri Finansial
2. Siapkan Dana Darurat
Anggap saja ini “ban serep” untuk kehidupan finansialmu. Dana ini bertujuan untuk menalangi kebutuhan tak terduga yang sifatnya penting dan mendesak, seperti biaya pengobatan, kehilangan pekerjaan, atau perbaikan kendaraan.
Dengan adanya dana darurat, kamu tidak perlu panik berutang saat krisis datang. Berapa jumlah idealnya? Umumnya, 3-6 kali pengeluaran bulanan untuk kamu yang masih lajang, dan bisa ditingkatkan hingga 12 kali jika sudah berkeluarga atau memiliki tanggungan.
Simpan dana ini di instrumen yang aman dan mudah dicairkan (liquid), seperti rekening bank terpisah (bukan rekening gaji) atau reksa dana pasar uang.
3. Buatlah Sinking Funds
Untuk rencana besar di masa depan, seperti membeli laptop baru atau liburan, gunakan konsep Sinking Funds. Ini adalah cara menabung yang terencana untuk tujuan spesifik.
Misalnya, ingin liburan yang butuh biaya Rp 12 juta tahun depan? Cukup sisihkan Rp 1 juta setiap bulan. Dengan begini, kamu membeli keinginanmu dengan tunai, bukan dengan utang.
Jika kamu ingin mendalami lebih lanjut tentang strategi menabung efektif, tim Mandiri Finansial juga sudah menyiapkan beberapa panduan yang bisa kamu baca:
- 8 Cara Menabung Target 4 Juta dalam 3 Bulan, Bonus Format Tabungan!
- 7 Cara Menabung 40 Juta dalam Setahun yang Mudah Dilakukan
- 8 Cara Praktis Mencapai Target Menabung 1 Juta dalam Waktu Singkat
4. Terapkan Metode 30-Days Rule
30-Days rule adalah sebuah strategi yang efektif untuk menghindari pembelian impulsif. Caranya sederhana, setiap kali kamu ingin membeli barang non-esensial yang harganya cukup signifikan, jangan langsung dibeli. Tulis barang tersebut di catatan dan beri waktu selama 30 hari.
Setelah sebulan berlalu, tanyakan lagi pada dirimu, “Apakah aku masih menginginkan dan membutuhkan barang ini?” Sering kali, kamu akan sadar bahwa keinginan itu hanyalah dorongan sesaat yang sudah hilang.
Metode ini melatih otot “kesabaran finansial” dan memisahkan antara kebutuhan asli dengan keinginan impulsif.
Bagaimana Jika Sudah Terlanjur Terlilit Utang Konsumtif?
Bagaimana jika nasi sudah menjadi bubur dan tagihan sudah menumpuk? Tenang, jangan panik. Kepanikan tidak akan menyelesaikan masalah, yang kamu butuhkan adalah strategi. Langkah pertama adalah hadapi kenyataan dengan membuat daftar semua utangmu, catat totalnya, cicilan per bulan, dan yang terpenting, suku bunganya.
Setelah petanya jelas, pilih salah satu dari dua strategi pelunasan populer ini. Pertama, Metode Bola Salju (Snowball). Dengan metode ini, kamu fokus melunasi utang dengan nominal terkecil lebih dulu, sambil tetap membayar cicilan minimum untuk utang lainnya. Kemenangan kecil saat satu utang lunas akan memberikan dorongan psikologis yang besar untuk terus maju.
Kedua, Metode Longsoran (Avalanche). Strategi ini memprioritaskan pelunasan utang dengan suku bunga tertinggi. Secara matematis, cara ini lebih efektif karena bisa menghemat lebih banyak uang dari total bunga yang harus dibayar. Metode mana yang dipilih? Tergantung karaktermu, apakah kamu butuh motivasi cepat (Snowball) atau ingin efisiensi maksimal (Avalanche).
Apapun metode yang kamu pilih, ada satu aturan emas yang tidak bisa ditawar, “berhenti menambah utang baru”. Gunting kartu kredit jika perlu, atau bekukan sementara akun paylater-mu. Mustahil bisa keluar dari lubang jika kamu terus menggalinya lebih dalam.
Perjalanan membebaskan diri dari utang konsumtif memang tidak mudah. Ini adalah sebuah proses perubahan kebiasaan dan pola pikir. Akan ada hari-hari di mana kamu berhasil, dan mungkin ada hari di mana kamu sedikit terpeleset. Tidak masalah.
Ingatlah bahwa kebebasan finansial adalah sebuah maraton, bukan lari cepat. Yang terpenting bukanlah kesempurnaan, melainkan konsistensi. Setiap rupiah yang berhasil kamu sisihkan dan setiap pembelian impulsif yang berhasil kamu hindari adalah sebuah kemenangan kecil.
Sebagai langkah pertamamu hari ini, pilih satu strategi dari artikel ini—apakah itu memulai dana darurat, mencoba aturan 30 hari, atau sekadar mencatat semua utangmu—dan berkomitmenlah untuk melakukannya. Baca lebih lengkap cara cerdas mengatur keuangan pribadi di usia muda disini.